Selasa, 27 November 2012

SUMBAWA



LAPORAN PERJALANAN DINAS
DALAM RANGKA OPERASI PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN
SUMBAWA, 09 S/D 12 OKTOBER 2012

 


I.          PENDAHULUAN
Kabupaten Sumbawa merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Barat yang terletak pada 116o42’ – 118o22’ Bujur Timur dan 8o8’ – 9o7’ Lintang Selatan  dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
Ø   Sebelah Utara           :     Laut Flores
Ø   Sebelah Selatan        :     Samudra Indonesia
Ø    Sebelah Barat           :     Kabupaten Sumbawa Barat
Ø    Sebelah Timur          :     Kabupaten Dompu
Luas wilayah Kabupaten Sumbawa adalah 10.475,7 Km2 meliputi  luas daratan 6.643,98 Km2 dan luas perairan laut yang menjadi kewenangan kabupaten adalah 3.831,72 Km2.  Panjang garis pantai mencapai ± 982 Km dan luas perairan laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 74.000 Km2.   Jumlah kecamatan di Kabupaten Sumbawa adalah 24 kecamatan dimana 17 kecamatan merupakan kecamatan pesisir (70 %) dengan 56 desa pesisir (37 %) dari keseluruhan 152 desa/kelurahan di Kabupaten Sumbawa.
Luasnya perairan pesisir dan lautan menjadikan Kabupaten Sumbawa berpeluang dalam mengembangkan potensi pesisir dan lautan untuk berbagai kegiatan perikanan baik penangkapan ikan maupun kegiatan budidaya, yang memberikan kontribusi besar dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Terkait dengan program Kementerian Kelautan dan Perikanan berupa kegiatan Industrialisasi rumput laut maka Direktorat Pengawasan Sumberdaya Kelautan perlu melakukan pengawasan pencemaran perairan akibat kegiatan budidaya dan pengelolaan rumput laut.

Budidaya rumput laut memiliki peranan penting dalam usaha meningkatkan produksi perikanan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi serta memenuhi kebutuhan pasar dalam dan luar negeri, memperluas kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan serta sekaligus dapat menjaga kelestarian sumber hayati perairan. Untuk mencapai produksi yang maksimal diperlukan beberapa faktor pendukung diantaranya pemakaian jenis rumput laut yang bermutu, teknik budidaya yang intensif, pengelolaan lingkungan perairan, penanganan pasca panen yang tepat dan pemasaran hasil produksi yang menguntungkan para pihak.

II.        TUJUAN DAN SASARAN
Adapun tujuan dari kegiatan pengawasan pencemaran perairan adalah :

  • Melakukan kegiatan pengawasan pencemaran perairan di lokasi Industrialisasi rumput laut yang ruang lingkup wilayahnya termasuk seluruh daerah Sumbawa.
  • Melakukan koordinasi dengan pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sumbawa untuk mendorong penertiban terhadap kegiatan budidaya rumput laut yang dapat berpotensi terhadap pencemaran perairan.


 Sasaran yang ingin dicapai melalui kegiatan ini adalah :
a. Teridentifikasinya kegiatan budidaya rumput laut yang dapat berpotensi menyebabkan pencemaran perairan.
b.      Tersedianya data yang aktual tentang luasan kegiatan budidaya rumput laut.
c.       Meningkatnya koordinasi dengan pemerintah daerah dan instansi terkait dalam menanggulangi kegiatan yang dapat menyebabkan pencemaran.


III.      DASAR PELAKSANAAN
  • Undang-Undang No 31 tahun 2004 tentang Perikanan khususnya Pasal 12 ayat (1) jo Pasal 86
  •  Dasar pelaksanaan kegiatan ini adalah Surat Perintah Tugas Nomor 105/PSDKP.2/TU.420/X/2012 dilaksanakan pada tanggal 09 s/d 12 Oktober 2012.


IV.      PELAKSANAAN KEGIATAN
Sehubungan dengan surat perintah dari Direktur Pengawasan Sumberdaya Kelautan terkait Pengawasan Pencemaran Perairan terkait industrialisasi di Kabupaten Sumbawa, telah dilakukan pengawasan pada tanggal 09 s.d 12 Oktober 2012, dapat dilaporkan hasil pemantauan sebagai berikut :
  1. Kegiatan operasi pengawasan pencemaran perairan dilaksanakan di wilayah Sumbawa Besar pada titik koordinat S 08°23’22.8” & E 117°04’16.9” serta didampingi oleh pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sumbawa.
  2. Pertemuan dalam rangka pengawasan pencemaran perairan dilaksanakan dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sumbawa.
  3. Kegiatan usaha budidaya rumput laut di Kabupaten Sumbawa merupakan jenis usaha budidaya yang cukup berkembang dengan baik, mengingat luas areal yang dapat dimanfaatkan cukup besar yaitu ± 14.950 Ha.  Sampai dengan Tahun 2011 pemanfaatan potensi lahan (areal perairan) untuk usaha budidaya rumput laut di Kabupaten Sumbawa  sekitar 7.142 Ha (47,77%) dengan total produksi sebesar  88.902,98 ton (basah).
  4. Jumlah perusahaan swasta (aktif) yang bergerak dalam bidang usaha pengumpulan, pembelian, dan pemasaran rumput laut di Kabupaten Sumbawa hingga Tahun 2011 sebanyak 13 (tiga belas) perusahaan (aktif 7 perusahaan dan tidak aktif  6 perusahaan) dengan total investasi Rp. 650.000.000,-.  Perusahaan–perusahaan tersebut telah melakukan kemitraan usaha dengan para pembudidaya rumput laut yang berjumlah 2.214 RTP.  Lokasi usaha budidaya rumput laut tersebar pada 10 kecamatan yaitu :1) Kecamatan Tarano, 2) Kecamatan Plampang, 3) Kecamatan Maronge, 4) Kecamatan Lape,   5) Kecamatan Moyo Hilir, 6) Kecamatan Lab. Badas, 7) Kecamatan Utan, 8) Kecamatan Buer, 9). Kecamatan Alas dan 10) Kecamatan Alas Barat.
  5. Pengembangan budidaya Rumput laut masih menghadapi beberapa kendala yang cukup mempengaruhi aktifitas budidaya diantaranya adalah: 1. kurangnya bibit yang bermutu, 2. kurangnya modal untuk pengembangan usaha, 3. adanya serangan hama penyakit,  dan 4. kurangnya kualitas/mutu rumput laut (kering). Adapun data pembudidaya rumput laut di Kabupaten Sumbawa (terlampir).
  6. Untuk mengefektifkan kegiatan pengawasan perairan laut yang disesuaikan dengan luas wilayah perairan Kabupaten Sumbawa maka ditetapkan beberapa pusat pengendalian pengawasan di beberapa daerah yaitu:
a.         Labuan Padi Kecamatan Utan
b.        Lab Sumbawa Kecamatan Lab. Badas.
c.         Lab. Terata Kecamatan Lape
d.        Teluk Santong Kecamatan Palmpang
e.        Lab. Jambu Kecamatan Tarano
f.          Labuhan Prajak Kecamatan Moyo Hilir
  1. Dalam rangka menunjang pengamanan perairan maka diperlukan adanya peran aktif masyarakat dalam suatu sistem pengawasan masyarakat (Siswasmas). Aplikasi dari Siswasmas adalah tumbuhnya kesadaran masyarakat dalam bentuk kelompok masyarakat pengawas  (POKMASWAS). Adapun Pokmaswas sampai dengan Tahun 2011 di Kabupaten Sumbawa berjumlah 30 Pokmaswas,  data selengkapnya terlampir.
  2. Pengembangan sarana pengolahan rumput laut merupakan bantuan untuk pengolah rumput laut Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan.  Bantuan yang diberikan berupa 5 paket sarana pengolahan rumput laut dengan total anggaran Rp 260.973.000. Satu paket sarana pengolahan meliputi : oven LPG  1 unit, tungku, coolcash, timbangan, blender, pisau, talenan, baskom, hand saeler. Serta pengembangan kebun bibit rumput laut di Kabupaten Sumbawa melalui anggaran Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal pada Tahun 2011 berlokasi di Desa Pulau Kaung Kecamatan Buer. Paket kegiatan berupa 2 unit kebun bibit rumput laut dengan sistem rakit apung dan 1 unit perahu motor fiber dengan total anggaran Rp. 800.000.000.

V.        KESIMPULAN
a.     Pencemaran Perairan dan penanganan rumput laut yang kurang tepat dapat berdampak pada berkurangnya area dan kapasitas perkembangan budidaya rumput laut  yang terdapat di Kabupaten Sumbawa.
b.   Tindak lanjut penyelesaian kasus dilaksanakan oleh pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sumbawa, dan pemerintah daerah terkait lainnya.


VI.      SARAN
a.  Sebaiknya Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sumbawa menindaklanjuti hasil pengawasan pencemaran perairan agar dapat menjadi evaluasi  dalam rangka penertiban kegiatan budidaya rumput laut .
b.   Setiap stakeholder yang terkait semestinya harus melakukan pengawasan secara kontinu dan berkala guna berkurangnya pencemaran perairan yang terjadi di wilayah kabupaten Sumbawa.


Senin, 02 Juli 2012

BIMTEK PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN


Telah dilaksanakan bimbingan teknis pengawasan pencemaran perairan akibat kegiatan Unit Pengolahan Ikan di Pekalongan, Jawa Tengah  oleh Tim Subdit Pengawasan Pencemaran Perairan Direktorat Pengawasan Sumberdaya Kelautan, dengan hormat dilaporkan hasil pemantauan sebagai berikut :
1.       Bimbingan Tekinis Pengawasan pencemaran perairan dilaksanakan di Satuan Kerja PSDKP Pekalongan dan  lokasi Unit Pengolahan Ikan  (UPI) yang berada di Pekalongan Propinsi  Jawa Tengah.
2.   Pertemuan dalam rangka bimbingan teknis dilaksanakan antara lain dengan Satuan Kerja PSDKP Pekalongan, pengusaha Unit Pengolahan Ikan (UPI) dan masyarakat pesisir selaku pekerja UPI tradisional. Adapun yang hadir pada saat pertemuan bimbingan teknis antara lain Didik Ristanto SH, Supriyanto, M.Suharyono KM, Tarwinto, Kukuh Dwi Setiyono S.Kom, Radius Dwi Suseno SE, Teguh Hariadi SE, Fina (staf UPI PT. Blue Sea), Risqon (Staf UPI PT.Maya Food). Jumlah pegawai satker PSDKP Pekalongan yang hadir sebanyak 7 (tujuh) orang dari 9 (sembilan) orang jumlah pegawai secara keseluruhan.
3.      Pekalongan dijuluki sebagai Kota Batik karena banyaknya usaha batik yang berjalan dan volume batik yang dihasilkan. Selain dari batik, Pekalongan juga memiliki Usaha Perikanan yang cukup banyak jumlahnnya. Seiring dengan tingginya aktivitas batik dan perikanan yang berada di Pekalongan maka semakin tinggi pula volume pencemaran di sungai-sungai di Pekalongan seperti sungai Sragi, sungai Sengkarang, sungai Pekalongan dan sugai Meduni;
4.   Tim melakukan pengawasan lapangan  ke berbagai UPI yang berada di Pekalongan, baik UPI yang berskala besar dengan jumlah 2 perusahaan dan UPI yang berskala kecil (tradisional) berjumlah 27 perusahaan. UPI yang berskala besar yakni PT. Maya Food Industries dan PT. Blue Sea Industry yang telah Memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). 
5.      Unit pengolahan ikan skala besar yang terdapat di Kota Pekalongan yaitu PT. Maya Food Industries dan PT. Blue Sea Industry. Berdasarkan hasil verifikasi unit pengolahan ikan di Kota Pekalongan diperoleh beberapa hal sebagai berikut :
a.   Hasil buangan dari PT. Maya Food Industries terdiri dari limbah padat dan limbah cair. Limbah padat langsung diolah menjadi tepung ikan sedangkan limbah cair langsung diolah di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Proses IPAL dengan melalui tiga tahap yaitu  proses Anaerob, proses Aerob dan proses Waterland. Hasil samping berupa minyak ikan juga diolah menjadi minyak ikan madya untuk menghilangkan bau amis dari minyak dengan pemanasan dan tanpa penambahan bahan apapun. Kondisi IPAL pada PT. Maya Food Industries sudah baik dengan beberapa bak penampungan air limbah dan kolam aerasi serta bak equalisasi air limbah. Untuk memantau kondisi air limbah olahan/limbah outlet juga dibuat kolam ikan dan taman. PT. Maya Food Industries juga melakukan pengujian kualitas perairan dalam setiap bulan hasil uji kualitas perairan terlampir;
b.    Sedangkan hasil buang dari PT. Blue Sea Industry, limbah yang dihasilkan berupa limbah padat dan limbah cair. Limbah padat diolah menjadi tepung ikan di kota Batang dengan diangkut menggunakan truk. Pada saat pengangkutan inilah penduduk di sekitar jalan yang dilalui oleh truk pengangkut sering mengeluhkan bau yang ditimbulkan dari limbah padat tersebut. IPAL yang dibangun hanya terdiri dari tiga kolam/ bak penampungan dan limbah yang dihasilkan langsung dibuang ke sungai tanpa melalui proses pengendapan;
c.     Pada unit pengolahan ikan skala kecil memproduksi ikan asin, hasil buang limbah dialiri melalui IPAL sederhana ukuran 1,5 m x 4 m, dan telah di manfaatkan oleh 15 UPI tradisional serta pengelolaan tersebut di kelola oleh Dinas Perikanan Pekalongan. Adapun data jumlah Unit Pengolahan Ikan skala kecil terlampir;
6.        Kesimpulan
a.  Kondisi perairan di Kota Pekalongan telah tercemar, hal tersebut di sebabkan karena adanya pengaruh  limbah, baik yang berasal dari limbah pengolahan hasil perikanan dan usaha batik;
b.  Sebagian besar unit pengolahan ikan di Kota Pekalongan belum memiliki IPAL dengan sistem filterisasi, limbah dibuang langsung dari saluran pembuangan ke sungai atau ke laut tanpa diolah terlebih dahulu. Ketiadaan IPAL dikarenakan beberapa factor seperti ketiadaan lahan untuk IPAL dan besarnya biaya yang harus disediakan untuk pembuatan IPAL;
7.        Saran
a.  Satker PSDKP Pekalongan perlu melakukan pengawasan pencemaran pencemaran di Kota Pekalongan khususnya di sungai-sungai Kota Pekalongan dan yang bersentuhan dengan kegiatan perikanan;
b.   Perlu dilakukan sosialisasi  oleh Ditjen PSDKP dan Satker PSDKP Pekalongan mengenai pentingnya keberadaan IPAL khususnya untuk pemilik usaha pengolahan ikan di Kota Pekalongan.

Demikian disampaikan, terimakasih.


Yoki Jiliansyah

Minggu, 08 Januari 2012

Sosialisasi Pekalongan


Kegiatan Sosialisasi Pengawasan Sumberdaya kelautan di Kota Pekalongan Propinsi Jawa Tengah pada tanggal 12-14 Desember 2011, dapat kami laporkan hal-hal sebagai berikut:
1.      Kegiatan Sosisalisasi dilaksanakan di Hotel Nirwana Pekalongan dan dibuka oleh Kepala Bidang Pengawasan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Pekalongan, dihadiri oleh perwakilan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota, Satker Pekalongan, Satker Batang, AL, Pol Air, KLH, Pelabuhan Perikanan, Kejaksaan Tinggi, Dinas Hubparbud, LSM, HNSI dan Pokmaswas.
2.      Materi Pemaparan yang disampaikan pada acara sosialisasi tersebut diantaranya :
a.    Pengawasan Pemanfaatan dan perdagangan spesies langka melalui mekanisme  CITIES dan Non CITIES oleh Kasubdit Pengawasan Jasa Kelautan dan SDNH (Drs. Sutardjo,M.Si);
b.    Pengawasan Pencemaran Perairan dari kegiatan Non Perikanan, oleh Kasubdit Pengawasan Pencemaran Perairan (Dra. Erlina Luswiyati);
c.    Pengawasan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, oleh Kasubdit Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Drs. Dewanto Budi Permana, MM);
d.    Pengawasan Ekosistem Perairan dengan bedah kasus peredaran Ammonium Nitrat NHNOз), oleh Kasie Pengawasan Ekosistem Perairan (Drs. Agustiawan).
3.      Permasalahan lingkungan yang berimplikasi terhadap pencemaran perairan telah menimbulkan keresahan bagi masyarakat setempat, karena adanya kegiatan non perikanan yaitu industri batik rumahan yang cukup marak di Kota Pekalongan. ”Limbah batik mengandung B3, termasuk pewarna buatan yang endapannya tidak dapt terurai oleh bakteri pengorai atau organisme lainnya. Di sisi lain industri batik sebagai sumber penghasilan bagi masyarakat sekitar, namun di sisi lain limbah kegiatan tersebut sangat membahayakan bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
4.      Upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk meminimalisir beban pencemaran di perairan Kota Pekalongan adalah telah disediakan Unit Pengolahan Limbah (UPL) dengan kapasitas + 400 m³ limbah/hari. Sementara yang dihasilkan dari kegiatan industri batik lebih dari dua kali lipatnya. Upaya lain adalah melakukan remediasi atau air yang tercemar limbah melalui mikroorganisme maupun lewat tanaman yang bisa menyerap unsur logam seperti rami dan nilam.
5.      Beberapa pertanyaan dan saran yang diajukan oleh peserta antara lain :
a.   Sejauhmana bentuk pembinaan kepada pelaku tindak pidana pelanggaran khususnya kasus pencemaran sesuai UU No.31 Tahun 2004 pasal 86? Karena sampai saat ini sepertinya tidak ada sangsi yang jelas dan tegas untuk menjerat pelaku tindak pidana pelanggaran?
b.   Pemerintah sepertinya tidak siap dengan industrialisasi, buktinya antar instansi tidak pernah memiliki program yang terintegrasi agar supaya tidak terjadi ego sektoral?
c.   Salah satu upaya untuk pegendalian pencemaran di Kota Pekalongan dengan dibuatnya IPAL Terpadu untuk masing-masing industri batik rumahan, namun biaya cukup mahal, bagaimana caranya agar upaya ini teralisasi?
d.   Dari HNSI menginfokan bahwa sumur-sumur masyarakat di daearah pesisir sudah tidak bisa diminum lagi karena air laut sudah merembes masuk ke sumur dan ikan lumba-lumba yang dulu banyak di pesisir saat ini sudah tidak ada, mengapa?
Beberapa pertanyaan tersebut sudah mendapatkan jawaban yang terperinci dan jelas dari para narasumber sehingga peserta diharapkan dapat mendapatkan pemahaman dan wawasan tentang pentingnya menjaga sumberdaya kelautan yang saat ini sudah mulai rusak dan hampir punah.