Rabu, 10 Agustus 2011

MONEV WADUK JATI LUHUR, WADUK CIRATA, WADUK SAGULING

Pengawasan pencemaran perairan pada tanggal 3 s.d 5 Juli 2011, dapat dilaporkan sebagai berikut :
  1. Monitoring dan Evaluasi Pengawasan pencemaran perairan di Propinsi Jawa Barat dilaksanakan di tiga lokasi yaitu di Waduk Jatiluhur, Waduk Cirata dan Waduk Saguling.
  2. Pertemuan dalam rangka monitoring dan evaluasi dilaksanakan dengan Pos Pengawasan SDKP Cianjur, Loka Riset Pemacauan Stok Ikan dan masyarakat sekitar Waduk Jatiluhur, Cirata, Saguling. 
  3. Monitoring dan Evaluasi Pengawasan Pencemaran Perairan di laksanakan dengan penyampaian Form Pengawasan Pencemaran Perairan dan laporan bulan yang secara kontinu. Hal ini terkait dengan maraknya kegiatan industri, kegiatan perternakan, kegiatan  budidaya ikan dalam Keramba jaring apung (KJA) di  Jatiluhur, Cirata, Saguling memicu terjadinya pencemaran perairan yang berdampak pada penurunan produksi perikanan, Berkurangnya keanekaragaman jenis ikan, bahkan beberapa jenis ikan punah, Perairan dalam kondisi anoxia yang menghasilkan gas beracun seperti NH3 dan H2S1, sehingga sering terjadi kematian massal dan Blooming algae dan pertumbuhan gulma air yang tidak terkendali
  1. Pencemaran perairan terjadi karena seringnya degradasi kualitas air akibat pemberian pakan yang berlebihan dari keramba jaring apung baik di Waduk Jatiluhur maupun Waduk Cirata. Hal tersebut juga dapat diakibatkan karena buangan limbah organik maupun anorganik yang berasal dari buangan rumah tangga dan pabrik sehingga bahan organik terurai menjadi nutrien dimana nutrien yang berlimpah akan mengakibatkan terjadinya blooming dari fitoplankton. Dengan adanya blooming dari fitoplankton dan didukung oleh cuaca mendung terus menerus dapat mendorong terjadinya defisit oksigen yang akan   mengakibatkan kematian massal ikan.
  2. Keberadaan keramba jaring apung (KJA) untuk usaha budidaya ikan telah jauh melampaui jumlah yang diizinkan, misalkan di Waduk Cirata jumlah KJA tahun 2005 telah mencapai 39.690 unit dan jumlah yang dizinkan 12.000 unit (berdasarkan SK Gubernur Jabar no.41/2002), dan Waduk Jatiluhur tahun 2005 telah mencapai lebih dari 15.000 unit dan jumlah yang diizinkan 2.100 unit (berdasarkan SK Bupati Purwakarta no.06/2000). Perkiraan limbah organik yang berasal dari kegiatan budidaya di Waduk Cirata mencapai 338.462,6 ton/tahun dan di Waduk Jatiluhur mencapai 21.365,1 ton/tahun.
  3. Pengawasan monitoring dan evaluasi di lakukan pada tanggal 3 Agustus 2011, kondisi perairan Waduk terlihat agak keruh karena banyaknya kotoran akibat buangan limbah organik dan anorganik. Selanjutnya, kami melakukan pengambilan sampel air pada tiga titik lokasi di perairan Waduk Jatiluhur, Saguling, dan Cirata, Kabupaten Purwakarta untuk selanjutnya di uji di laboratorium dengan hasil sebagai berikut :
No.
Kode Contoh
(Sample code)
Parameter analisa
(Parameter of analisys)
Metoda analisis
(Method of analisys)

Hasil
(Result)
1
Air waduk Jatiluhur
pH
APHA-4500-H+
7
O2
Winkler
5.450 mg/L
CO2
Titrimetri
5.214 mg/L
N-NO2
Spektrofotometer
0.023 mg/L
N-NH4
Spektrofotometer
1.756 mg/L
Sulfat
Titrimetri
30.66 mg/L
2
Air waduk Saguling
pH
APHA-4500-H+
7.5
O2
Winkler
5.200 mg/L
CO2
Titrimetri
3.911 mg/L
N-NO2
Spektrofotometer
0.019 mg/L
N-NH4
Spektrofotometer
0.776 mg/L
Sulfat
Titrimetri
27.14 mg/L
3
Air waduk Cirata
pH
APHA-4500-H+
7.5
O2
Winkler
5.204 mg/L
CO2
Titrimetri
0.285 mg/L
N-NO2
Spektrofotometer
0.041 mg/L
N-NH4
Spektrofotometer
0.726 mg/L
Sulfat
Titrimetri
26.19 mg/L

Hasil pengujian kualitas air diketahui bahwa pH di masing-masing perairan relatif normal dan tidak menunjukkan perbedaan pH yang signifikan yang berarti pH masih mendukung untuk kegiatan perikanan. Sedangkan untuk kandungan konsentrasi oksigen terlarut dalam air menunjukkan tingkat yang tinggi yang berarti banyak ikan yang dapat hidup di perairan waduk, dan bisa diakibatkan juga banyaknya curah hujan selama pengamatan. Ammonia (NH4) dari hasil pengujian dapat dilihat dari 3 titik lokasi pengambilan sample, yang terendah adalah di perairan waduk Cirata hal ini diakibatkan sisa-sisa limbah yang masuk ke perairan waduk Cirata telah mengalami penyaringan dari waduk-waduk diatasnya. Tingginya kandungan sulfat di 3 perairan waduk diakibatkan pembuangan limbah rumah tangga di sekitar perairan.
  1. Kesimpulan:
-    Pencemaran perairan di Waduk Jatiluhur, Cirata, Saguling umumnya terjadi akibat adanya akibat pemberian pakan yang berlebihan dari keramba jaring apung dan buangan limbah organik maupun anorganik yang berasal dari buangan industri, perternakan dan rumah tangga sehingga bahan organik terurai menjadi nutrien dimana nutrien yang berlimpah akan mengakibatkan terjadinya blooming.
-      Dampak yang ditimbulkan antara lain terjadinya kematian massal ikan pada tambak atau keramba jaring apung yang beroperasi di sekitar Waduk.
-        Tindak lanjut penyelesaian kasus dilaksanakan oleh Ditjen PSDKP, Dinas Kelautan dan Perikanan, Badan Lingkungan Hidup Daerah dan pemerintah daerah terkait lainnya.
  1. Saran:
-      Pos PSDKP Cirata sebaiknya melaksanakan pengawasan Pencemaran Perairan melalui Form Pengawasan Pencemaran Perairan secara kontinu.
-    Dinas Kelautan dan Perikanan perlu meningkatkan koordinasi dengan Loka Riset Pemulihan Sumberdaya Ikan dan Badan Lingkungan Hidup Daerah dalam menangani kasus-kasus pencemaran.
-       Ditjen PSDKP perlu memantau perkembangan penyelesaian kasus-kasus pencemaran di sekitar perairan Waduk Jatiluhur, Cirata dan Saguling.

   

Yoki Jiliansyah

Minggu, 01 Mei 2011

Pengawasan Pencemaran Perairan di Kota Batam


LAPORAN PERJALANAN DINAS
DALAM RANGKA PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN LAUT
DI KOTA BATAM  PROVINSI KEPULAUAN RIAU
Tanggal 19 sampai 22  April 2011
 

I.          PENDAHULUAN
Wilayah pesisir dan laut tidak terlepas dari pengaruh aktifitas yang terjadi di daratan (landbase), sehingga kegiatan perencanaan dan pengelolaan pesisir dan laut (seabase) diharapkan dapat memperhatikan aktifitas dan dampak yang terjadi daratan. Dengan demikian dalam konteks pengawasan diharapkan dapat menciptakan sistem perencanaan yang terintegrasi dan berkelanjutan.  Sumber pencemar diwilayah pesisir dan lautan selain disebabkan karena pertumbuhan penduduk yang tinggi juga berasal dari pesatnya kegiatan pembangunan di wilayah pesisir, misalnya kegiatan pembangunan resort yang dapat menimbulkan pencemaran perairan di daerah pesisir dan laut.
Salah satu daerah yang perlu di lakukan pembinaan pengawasan pencemaran perairan laut yaitu Kota Batam yang merupakan bagian dari Provinsi Kepulauan Riau ini, memiliki luas wilayah daratan seluas 715 km² atau sekitar 115% dari wilayah Singapura, sedangkan luas wilayah keseluruhan mencapai 1.570,35 km². Kota Batam beriklim tropis dengan suhu rata-rata 26 sampai 34 derajat celsius. Kota ini memiliki dataran yang berbukit dan berlembah. Metropolitan Batam terdiri dari tiga pulau, yaitu Batam, Rempang dan Galang yang dihubungkan oleh Jembatan Barelang. Batam merupakan sebuah kota dengan letak sangat strategis. Selain berada di jalur pelayaran internasional, kota ini memiliki jarak yang cukup dekat dengan Singapura dan Malaysia. Batam merupakan salah satu kota dengan pertumbuhan terpesat di Indonesia.
Batas-batas Kota Batam :
Kegiatan pembangunan pesisir yang tidak memenuhi izin Amdal dapat merusak dan menurunkan kualitas perairan dan ekosistem laut. Diantaranya, merusak struktur dan keindahan alami pantai, menimbulkan kekeruhan, menurunkan kualitas hidup biota dan vegetasi pantai, serta mengancam kualitas perairan akibat meningkatnya kandungan unsur-unsur pencemar. maka sangat relevan apabila dilakukan program-program pengawasan dalam rangka mengantisipasi kerusakan yang ditimbulkan oleh aktifitas di darat tetapi berdampak terhadap pesisir dan laut.


II. TUJUAN DAN SASARAN

Adapun tujuan dari kegiatan ini adalah :
Melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah untuk mendorong penertiban terhadap kegiatan yang dapat berpotensi terhadap pencemaran perairan laut.
Sasaran yang ingin dicapai melalui kegiatan ini adalah :
a.      Teridentifikasinya unsur pencemaran lingkungan perairan.
b.      Tersedianya data yang aktual tentang daerah rawan kerusakan dan pencemaran  akibat pembangunan resort.
c.       Meningkatnya koordinasi dengan pemerintah daerah dan instansi terkait dalam menanggulangi kegiatan yang dapat menyebabkan pencemaran.

III.  DASAR PELAKSANAAN
1.    Undang-Undang No 31 tahun 2004 tentang Perikanan khususnya Pasal 12 ayat (1) jo Pasal 86
2.    Surat Perintah Perjalanan Dinas ke Batam, Provinsi Kepulauan Riau, berdasarkan SPT Nomor : SPT 03.21.4/PSDKP 2/TU.420/III/2011

IV.  HASIL KEGIATAN
1.      Tim Ditjen P2SDKP melakukan koordinasi dengan pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Batam (Ir. Awaluddin Sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan dan Ir. Adnan Ismail sebagai Kabid Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan), Satker Kota Batam (Kasatker, Yulisbar), Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Batam (IP, Kasie Pengendalian Lingkungan) untuk mendapatkan data dan informasi akurat terkait kasus dimaksud.
2.      Untuk mendapatkan gambaran langsung kondisi di lapangan, pada tanggal 20 April 2011 pukul 10.00 s/d 16.00 WIB telah dilakukan pemantauan dan pengawasan secara terkoordinir oleh Tim Ditjen P2SDKP dan Tim Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Batam serta pengambilan sampel air pada titik koordinat N 01°10’51,1” & E 104°04’175”dan uji kualitas air di Sucofindo Kota Batam.
3.      Wawancara dengan pihak nelayan (Saharuddin) selaku ketua RT 01 RW 10 Kelurahan Sambau Kecamatan Nongsa Kota Batam terkait pencemaran yang menyebabkan kerusakan lingkungan perairan.
4.      Mengingat perairan tersebut merupakan kawasan kawasan wisata, pemukiman nelayan pesisir dan konservasi terumbu karang, maka keberadaan Pembangunan resort tersebut telah melanggar ketentuan izin Amdal yang berkaitan dengan aspek lingkungan perairan serta ketentuan pencegahan pencemaran laut.
5.      Sebagai tindak lanjut dari hasil pemantauan lapangan akan dilakukan rapat koordinasi lebih lanjut dengan Dinas kelautan dan Perikanan serta Bapelda  Kota Batam untuk mendapatkan solusi dan langkah-langkah arif /bijak terkait kasus tersebut.
6.      Direktorat Wasdal Sumberdaya Kelautan Ditjen PSDKP terus memantau dan berkoordinasi dengan Dinas KP Kota Batam, Kepulauan Riau untuk mengetahui perkembangan kasus tersebut diatas.

Pelaksana,
1. Iim Naimah


2. Yoki Jiliansyah